“Ayam Mainan dan Bibirmu” Serta Puisi Lainnya dari Mikhael Wora
Hari Buruh Internasional sudah berlalu. Setidaknya untuk tahun ini.
Bagaimana dengan anda? Apakah anda merayakannya? Ataukah anda merayakan bersama ribuan demonstran lainnya yang menuntut hak-haknya tapi yang mendapatkan untungnya adalah pekerja kantoran yang menganggap rendah pekerja kasar (walaupun sama-sama buruh)?
Hari buruh memang selalu layak untuk menjadi cerita tersendiri. Apalagi, secara beruntung dan tidak sengaja, hari buruh tahun ini kita rayakan di hari Senin, yang berarti: long weekend.
Karenanya, tidak heran hari buruh tahun ini terasa lebih spesial.
Ah, apa yang sebenarnya saya pikirkan?
Tak masalah apapun yang anda lakukan di awal Mei kemarin, setidaknya sekarang, kita cukup beruntung untuk dapat menikmati karya puisi dari Mikhael Wora yang cukup manis, namun menggigit.
Sahabat, selamat menikmati puisi dari Mikhael Wora.
AYAM MAINAN DAN BIBIRMU
Seekor ayam jantan terbang merenda
Lalu hinggap di ranting-ranting lapuk
Sangkaku ia seekor elang malas terbang
Itu mirip ayam mainan: peliharaanku!
Kulit plastik nyaring bunyi di kala hening
Seringkali menukar paruh dengan dubur
Tuk mematuk bulir-bulir benih yang akan tumbuh
Mampukah ia berkokok dengan duburnya?
Ah, benar
Ini mirip ayam mainanku
Senang kulihat bibirnya lincah tak henti kunyah
Hingga akhirnya sebutir telur amis jatuh dari bibirnya
Sedangkan tak satupun telur emas lahir dari bibirmu
(Meja Belajar, 9/2/2016)
SANDAL JEPIT
Sepasang sandal di depan pintu tertutup mengetuk
Berdiri menunggu jemari kaki mengapit temali
Sandal yang satu mulai jenuh
Sesekali menggaruk kepala yang bukan karena kutu
Sandal lainnya menghembus napas panjang dibuntuti gerutu:
“Mungkin kita sudah dilupakan tuan
ia telah jatuh cinta kepada sepatu
yang sering mengetuk lantai keramik
sedangkan kita hanya diingat kala hendak menjilat tanah
di halaman rumah tetangga para bangkai kumuh”
Sandal lain menyambung:
“benar katamu
aku juga cemburu
kita tidak pernah diajak serta
hanya sepatu diayunkan kaki
kala duduk di atas pangkuan kursi empuk”
(Kamar No.2, January 2017)
*Mikhael Wora. Mahasiswa STFK Ledalero. Tinggal di rumah pembinaan filsafat Puncak Scalabrini. Bergiat di dua komunitas sastra: Pemuja Senja dan Djarum Scalabrini. Dapat dihubungi melalui akun facebook: Mikhael Wora