“Dilema Cinta Bermuara” Dan Karya Puisi Lain dari Abdul Wahid
Sahabat, kesempatan kali ini kita akan dimanjakan oleh kumpulan puisi dari Abdul Wahid, seorang pemuda dari Solo yang memang gemar meliukkan tangan dalam balutan sastra. Mari ambil kopi kita dan menikmati karyanya yang segar dan penuh irama.
Titik Berirama
Karya: Abdul Wahid*
Gerimis
Rintik gerimis mengiringi senja
Ditingkah cericit Sriti yang pulang ke sarang
Kemudian hujan turun dan senja telah pergi
Sungguh hujan ini pun membawaku ke alam tangis sejati
Tak perlu ada orang yang datang untuk menyeka air mata kehujanan
Hujan
kumpulan titik air yang berirama
Iramanya membuat suasana tangis tak di rasa
Gemuruh petir tak luput menyirnakan teriakanku
Seorang wanita berkerudung cokelat menghampiriku
Ia berlari sambil membawa sebuah payung
Dari kejauhan dia tlah terlihat anggun
Semakin dekat lakinya, hatiku berdebar di buatnya
Oh gadis berkerudung cokelat
Kau selalu muncul saat aku sedang bersedih
Kau datang dengan sebongkah ketulusan senyum
Senyum tulus yang memberiku kekuatan menembus kelabu
Oh bidadari berkerudung cokelat
Kini, aku menunggumu kembali
Di tengah derasnya hujan badai aku menangis
Namun kau tak kunjung datang
Ternyata
Kini kau telah bersemayam di bawah hujan
Karanganyar, 2016
Dilema Cinta Bermuara
Karya: Abdul Wahid*
Daun karet mulai berguguran
Menambah indah suasana pagi
Pengambil karet mulai berkeliaran ke hutan sembari bakul di punggungnya
Anak-anak mulai berhamburan menuju gedung keceriaan
Pagi ini indah
Namun hatiku tak seindah pagi ini
Hatiku ngilu sangat
Saat dua bidadari datang menyapa
Sulit hati memilih salah satunya
Karena mereka adalah anugerah dari yang Esa
Kakiku kaku melangkah semu
Melangkah dalam anganpun aku tak sanggup
Hanya bisa menatapnya lewat jeruji besi kamarku
Akhirnya akupun termenung ditemani seikat angan dalam tali mimpi
Sore ini tak indah
Tak seindah wajah dua bidadari yang menghampiriku di waktu pagi
Akupun bimbang ketika disuruh tuk memilih seorang bidadari
Kutatap air riuh waduk Ndelog dengan tatapan nanar
Pandangku kabur
Akupun jatuh dan mati demi cintaku pada yang Esa
Karanganyar, 2016
Pohon Kerinduan
Karya: Abdul Wahid*
Semburat senja muncul dibalik dedaunan Pisang
Rindang pohon jambu meneduhkan mentari
Hamparan lautan sawah menyuguhkan kedamaian
Dinginya malam terobati oleh segelas Lempuyang
Aku teringat
Di waktu Senja, di sore itu
Tatkala terduduk di tepi sungai
Kulihat bunga bertebaran di tepian sungai Tuntang
Teriakan anak-anak menerbangkan layang-layang mengiringi laju keindahan riak air
Senja ini terasa sejuk
Seperti kesejukan yang pernah kugapai dibalik pohon kerinduan
Pohon yang berakar Lempuyang
Berbatang Pisang
Berbuah Jambu
Dan, berbiji Padi
Aku rindu desaku
Desa yang membesarkanku
Kenangan demi kenangan terukir indah di tiap sudutnya
Desa yang penuh akan tanaman Lempuyang, Pisang, Jambu, dan Padi
Sungguh, aku rindu
Inginku segera kembali
Kembali untuk mengabdikan diri bersama sahabat satu desaku.
Demak, 2016
Bibit Cinta Merpati Putih
Karya: Abdul Wahid*
Ketika seekor burung menjatuhkan bibit cinta,
Ditataplah wajah manis merpati putih,
Si penjatuh bibit cinta di pelupuk mata kita.
Cinta datang ketika kita tak dekat dengannya,
Cinta tumbuh ketika kita berinteraksi tanpa pamrih dengannya,
Cinta bersemi ketika kita lama tak jumpa dengannya,
Cinta berbuah ketika kita saling bertukar benci dengannya.
Namun,
Cinta layu ketika rasa gengsi menjadi tuhan diantara kita.
Solo/14’
*Seorang jomblo yang sedang menyelesaikan kuliah di jurusan Sastra Indonesia UNS. Ia aktif di Pakagula Sastra Karanganyar, Forum Lingkar Pena (FLP) Solo Raya, dan Komunitas Soto Babat.
Keterangan tambahan:
Nama lengkap : Abdul Wahid ,
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tgl. Lahir : Karanganyar, 29 Juni 1993
Alamat lengkap : Jamus, Kutho, Kerjo, Karanganyar