Pemahaman, dan Puisi Lain Dari Fadhil Rakasiwi
Selamat sore sahabat, kali ini, kita kembali bertemu dengan Fadhil Rakasiwi, seorang pemuda berbakat yang tidak henti-hentinya memukau tim admin Sastranesia dengan karya-karyanya yang terus meningkat. Kali ini, Fadhil hadir dengan dua puisi baru yang semoga saja dapat menghibur pembaca sekalian. Dua puisi dari Fadhil untuk bulan ini adalah “Pemahaman” dan “Untuk Semua Yang Tertinggalkan di Batusangkar”.
Selamat menikmati, para penikmat Sastra Indonesia!
Pemahaman
Oleh : Fadhil Rakasiwi
Tanameh
Sedinginnya malam
Menghembuskan nafas gelap dari arah gunung
Nona berjinjit, menenteng sepatu di tangan kiri
Kemanakah pelarian?
Berkali-kali nona mengusap muka di tengah kalut
Menyumpahi beringasnya hidup
Sering kali hanya berbisik melantunkan sabda
Ada bulir rindu menganak sungai
Di pipinya
Aku menemanimu seperti penyakit
Mengintai dibelakang diri, membunuh di kala lengah
Persetan dengan segala penyesalan
Kita berlagak pintar mengeja terang di dalam samar
Seperti butuh berselimutkan enggan
Kita adalah meriam yang bersiap untuk ditembakkan
Kepada aparat yang kurang piknik
Berhenti bicara hukum ditelingaku
Bawa lucu-lucuan ini ke televisi!
Nona, aku tidak dibayar untuk sedekat ini denganmu
Biarkan aku di petak sini sendiri, merangkai granat
Menyelesaikan tulisan-tulisanku
Sebab mereka tidak lagi punya telinga
Silahkan berfantasi dengan liar kepada negara ini
Aku tidak akan mengganggu sampai kau klimaks
Aku hanya ingin sejenak tenang di gerbong ini tanpa intervensi
Nona tiada bernama
Aku tiada berkampung
Bagaimana kita bisa berakhir di penampungan
Lembab dan sunyi ini
Pesawangan Batipuh, Hujan lebat
Untuk semua yang tertinggalkan di Batusangkar
Oleh : Fadhil Rakasiwi
September, mengapa penuh kenangan
Bahkan butiran hujan yang tajam pun sanggup melukis wajahmu
Ketika melewati Koto Baru, aku tergamang
Seperti merasakan hadirmu sejenak dibelakangku,
aku tak yakin akan sampai Bukittinggi kali ini
Setiap putaran roda adalah flashback yang kencang
Seperti pelukan hari itu
Aku harus pulang
Kembali
Mengapa teduh adalah wajahmu
Seperti iringan awan menggantung diatas cemara-cemara bukit
Untuk semua yang tertinggalkan, di Batusangkar
Adalah jemari yang kuat mengikat, seperti dingin
Seperti embun pada cermin
Yang masih setia menuliskan namamu
Sekarang kita harus menepikan perasaan, meredam emosi
Kita tidak akan bisa hidup hanya dengan cinta
Ada juga yang harus kita sebelahkan. Impian dan cita-cita
Aku mendapatkanmu dengan bangga
Memilikimu dengan bangga
Selamat jalan.. sampai bertemu kembali, sayang
Minangkabau Airport, sore waktu kamu pergi
FADHIL RAKASIWI, lahir di Batusangkar, Sumatera Barat. Aktif menulis puisi di semua event-event sastra tanah air. Saat ini fokus menggeluti dunia seni tulis dan musik bersama rekan-rekan.
fadhilmj@yahoo.com