Puisi – Untuk Kamu
Sebuah puisi tak pernah berbohong. Dia lahir dari kejujuran sang penyair, yang tertuang dalam untaian kata penuh makna. Sebuah puisi tidak akan mengungkapkan rasa palsu, hanya kejujuran yang tersimpan rapi. Kadang, disembunyikan pula dalam kiasan yang ambigu. Namun dalam makna terdalamnya, puisi adalah kebenaran.
Untuk Kamu
Puisi ini untuk kamu,
Yang dengan senang hati pergi meninggalkanku
Meninggalkan kenangan kita,
dalam kisah yang menggantung
Sajak ini untuk kamu,
Yang telah memberikan cahaya
Cahaya yang menerangi gelapnya hatiku
Meskipun semuanya palsu
Cerita ini untuk kamu,
Yang selalu tersenyum bahagia,
Senyum bahagia karena cerita barumu
Senyum bahagia yang menawan
Air mata ini untuk kamu,
Yang berurai air mata saat berpisah
Perpisahan yang menyakitkan
Perpisahan yang kau harapkan
Kamu lah langit biruku
Kamu lah senja jinggaku
Kamu lah bintang terangku
Dulu…
Sekarang kau telah menulis kisah indahmu
Tidak, tidak bersamaku,
Tapi kau bahagia
Kamu dengan senyum manismu,
Bukankah kamu memang diinginkan dunia untuk bahagia?
Agar mereka bisa melihat senyummu
Senyummu yang dulu mewarnaiku
Untuk kamu lah duniaku berputar
Dan sekarang, tanpamu dunia tetap berputar
Untuk kamu lah dadaku bergejolak
Dan sekarang, dadaku tetap bergejolak,
Tanpamu…
Haruskah aku bersyukur?
Karena mungkin, Tuhan memberikan yang terbaik untukku
Atau haruskah aku bergunjing?
Karena sembilu dalam hatiku, tak pernah berhenti menusuk
Ahh
Dahulu aku berharap menjadi padmasanamu,
Yang akan selalu menunggumu untuk mendudukiku
Menaklukkan hatiku
Dahulu aku berharap menjadi puspamalamu,
Yang akan memeluk lehermu, saat engkau berjaya
Berjaya dalam cintaku
Ahh, pada akhirnya itu hanyalah harapan
Tapi aku tetap bersyukur
Bahwa aku pernah menangis, tertawa, tersenyum, dan mengepalkan kedua tanganku…
Untuk kamu
Surakarta, 24 Februari 2013
Dalam penyangkalan sebuah perasaan.
Iya, puisi tidak pernah berbohong. Dalam setiap kata yang kuambil, selalu ada pertentangan. Hatiku berontak, melawan otakku. Otakku menyangkal semua bait puisi itu…
Tapi hatiku memilih untuk melawan dalam guratan puisi ini.